Thursday, July 08, 2004

NU dan Amien Rais dalam pilpres 2004

Dear all,

Mbah nadir dalam membuat cerita tamsil dalam emailnya bukan sebagai provokator. Dia sekedar bercerita tentang kesejatian sejarah. Itu realita yang ada. Tanya semua anak-anak NU: Bagaimana NU selama ini diperlakukan oleh beberapa Muslim Non-NU sejak detik pertama NU lahir sampai sekarang. Bahkan di semua bidang, tidak saja di wilayah politik.

Kalo ada segelintir anggota milis kmnu ngotot memaksa warga NU untuk bergabung dengan partai-partai Islam dengan memberikan suara ke capres yang mereka dukung, konon dengan alasan ukhuwah dan perjuangan Islam, saya berani bilang: jangan banyak berharap !!!. Sebagian member milis kmnu tersebut, mungkin mereka sadar, dengan dukungan warga NU seorang capres makin mudah menjadi presiden. Bahkan mas Pradhita al-Rasyid di email sebelumnya musti bilang, "kenapa tidak belajar dari sejarah?", dengan "bergabung bersama partai-partai Islam lainnya" (Dalam bahasa saya, saya artikan: kenapa tidak memberikan suara kepada capres calon mereka).

Justru karena melihat sejarah, saya kira, NU dan politisi NU harus berpikir seribu kali untuk kembali bergabung dengan kaum modernis. Sejarah bilang, sudah beberapa kali NU bergabung dengan kaum modernis, cuma untuk menderita dan "dizolimi". Bukti pertama, saat bergabung dengan Masyumi pada tahun 50-an. Kedua, ketika ikutan PPP. Ketiga, saat NU dibujuk-bujuki untuk menyerahkan putra terbaiknya Gus Dur jadi presiden, lalu setelah itu dengan seenaknya dilemparkan dari kursi presiden. Anehnya, ketika warga NU marah-marah lantaran kejadian tersebut, malah dikata-katain, "nggak bisa diajak berdemokrasi" dan "tidak berbudaya". Pantas Mas Ulil cuma bisa "menangis" lewat tulisan di kompas "pintarnya mereka, dan bodohnya NU" (?). Saya kira, hanya itu yang orang-orang NU bisa lakukan: menulis. Dan wong-wong cilik NU yang tidak bisa menulis, melampiaskan kejengkelannya dengan berbagai cara, yang kemudian diminta oleh Gus Dur dan para kiai untuk dihentikan. Kalo saja tidak dihentikan oleh Gus Dur dan para kiai ini, Indonesia sudah pasti terjadi pertumpahan darah. Kami masih ingat betul kejadian tersebut. Dan kami tidak bakal melupakan tiga catatatan sejarah di atas: Masyumi, PPP, dan jatuhnya Gus Dur.

Jangan-jangan, kekalahan capres dari kelompok Modernis kemaren, lantaran doa warga NU yang terdzolimi, lantas didengar oleh Tuhan. Wallahu a'lam

Mungkinkah suatu saat NU gabung dengan partai-partai "Islam" di luar NU? Mungkin saja, jika keadaan mengizinkan. Yang pasti, tidak untuk detik ini. Tapi, saya kira, jika para politisi NU mau membaca sejarah secara cermat, mereka tidak akan berpikiran untuk kembali berkoalisi dengan partai Islam di luar NU, karena tidak mau jatuh ke kubangan untuk keempat kali. Sekali lagi, ke-4 kalinya. Pilihan bergandengan dengan partai Golkar dan PDI-P, saya lihat, karena jelas 'deal'-nya. Inilah realitas politik, bukan dengan sentimen keislaman. Dengan partai yang mengusung isu-isu Islamis, lantas bagaimana? Ntar dulu, musti dipikir cermat dan membaca sejarah berulang-ulang.

Apakah Mbah Nadir membuat provokasi dengan cerita jenaka tadi? Tidak. Sekali lagi, tidak. Itu fakta sejarah. Di luar wilayah foolitik, bahkan kegayengan kami dalam beribadah seringkali diusik. .....dst..dst..dst.....puuuuuanjang kalo diteruskan.

http://groups.yahoo.com/group/kmnu2000/message/13922/

No comments: