Wednesday, November 19, 2003

Eljihan, Selamat Datang.

Eljihan merupakan sebuah nama yang indah, mengesankan kecantik-an dan gemulai si pemilik nama. Jika Eljihan dipakai sebagai nama sebuah lembaga kajian dan keilmuan tentu mengesankan juga sebuah lembaga kajian yang padat dan memiliki potensi mencerahkan.

Eljihan singkatan dari Lembaga Kajian Islam Hanif, segera akan dideklarasikan. Kita masih menunggu kelanjutan kiprahnya. Disebut-sebut lembaga ini adalah counter terhadap Jaringan Islam Liberal (JIL) yang dimotori oleh intelektual muda NU brillian, Ulil Abshar Abdalla. Selama ini gagasan-gagasan segar wacana keislaman yang ditawarkan oleh Islam Liberal (Islib) terkesan sangat tinggi, sulit untuk diterima oleh sebagian kalangan, meskipun kalangan tersebut berasal dari satu muara, yaitu kelompok masyarakat tradisionalis NU.

Kendati pemikiran yang digagas Islib pada tataran "bahan mentah" bukanlah barang asing, sebagai pendalaman dan pematangan beberapa ajaran doktrinal ahl al sunah wa al jama'ah milik NU, namun dengan dibumbuhi beberapa analisa tajam dan pengayaan wacana yang digelontorkannya masih menjadi sebuah wacana asing bagi sebagian kalangan NU. Aswaja yang tasamuh tidak saja pada sesama Muslim tetapi juga terhadap non Muslim yang telah menjadi tradisi mengakar di masyarakat tradisionalis NU, ketika diramu dan diperkaya dengan dimasukkan unsur-unsur pluralisme modern, menjadi sebuah sajian pemikiran yang masih aneh, dan membuat beberapa kalangan NU kaget.

Demikian pula tentang tawaran Islib yang mengajak untuk lebih mengedepankan rasio dalam membicarakan teks wahyu, masih disambut dengan ketakutan yang cenderung berlebihan. Padahal tidak kurang dari Imam Syafi'i yang masih menjadi Imam panutan terbesar warga NU dalam bermazhab adalah orang yang memuliakan rasio ketika bertabrakan dengan teks-teks yang kurang kuat. Imam Asy'ari yang menjadi acuan dasar dalam bertauhid kalangan NU, juga banyak dipengaruhi dialektika Aristoteles yang mengedepankan wahyu. Bahkan, Imam Ghazali yang sabda-sabdanya masih dirujuk oleh banyak kalangan NU tidak mengutuk penggunaan akal.

Muktamar Pemikiran Islam NU (MPI-NU) beberapa waktu lalu di Situbondo adalah upaya menetapkan sebuah ukuran dalam melihat hubungan naqal dan aql. Tidak saja anak-anak muda NU yang bergerak di Jaringan Islam Liberal yang merasa mendesak untuk segera memformulasikan ketentuan baku dan kesepakatan bersama dalam menyelesaikan soal tersebut, tetapi juga anak-anak muda NU di berbagai jaringan, seperti Jaringan Islam Emansipatoris (JIE), Jaringan Pesantren Virtual (JPV) dan lain-lain. Karena, pada soal ini sesungguhnya yang membedakan antara keislaman model NU dan kalangan selain NU.

Bahkan, pada jaringan disebut terakhir, kendati adalah sebagai jaringan dakwah di dunia maya yang menyosialisasi keislaman dan gagasan progresif di kalangan pesantren yang melibatkan santri-santri NU yang sedang belajar di luar negeri. Seperti, Muhammad Niam, Gus Ghofur Maemun, ustadz Nadhif, Luthfi Thomafi, Socheh, Charies, Arif Hidayat, Arif Rokhmat Widianto, Daniar Muhammad dan lain-lain, menemui kesulitan dalam merumuskan hubungan antara wahyu dan rasio.

Beruntung, soalan tersebut sudah agak tuntas dibahas di MPI-NU I Situbondo yang mulai menemukan benang merah penyelesaian. Setidaknya, ajakan untuk menempatkan rasio pada tempat yang layak sudah dimengerti dan disetujui oleh peserta muktamar yang bisa dipahami sebagai representasi wajah-wajah muda NU secara keseluruhan. Karena, tanpa membakukan metodologi yang baik, maka wacana keislaman yang ditawarkan kalangan NU sudah pasti akan tidak cukup sebagai bentuk jawaban atas zamannya.

Jika, Eljihan sebagai lembaga kajian, yang akan makin menambah semarak wacana keislaman yang dimunculkan oleh kalangan tradisional NU, adalah bukan counter terhadap gerakan Islib, maka merupakan satu poin penting yang perlu disambut dengan penuh kehangatan. Masih banyak sisi-sisi positif NU yang belum tergali. Terlalu banyak isi kitab-kitab `turats' (kitab kuning) yang belum tersentuh oleh tangan-tangan cerdik pandai, meminjam istilah Cak Nur, yang memiliki katalog. Cak Nur benar, bahwa metodologi sangat penting untuk membaca kitab `turats'. Hal ini terkait dengan kemunculan persoalan baru sebagai tantangan zaman yang menuntut ramuan Islam yang berjiwa kekinian.

Kami dari kalangan muda NU menyambut baik kehadiran lembaga kajian ini sebagai sebuah tawaran gagasan. Mengutip surat elektronik Mas Ulil, bahwa Hasil akhir bukanlah tujuan utama. Tetapi proses mengolah pikiran, mempertukarkan gagasan, mengadu argumen; dengan kata lain, perjalanan sebuah gagasan menuju suatu muara, melewati sungai, berbenturan dengan bebatuan, berkelok kiri kanan, itulah yang lebih penting.

Saya percaya, semakin banyak tawaran ide, maka terbuka kesempatan luas untuk berlangsung adanya pertukaran gagasan. Pada gilirannya, wajah Islam akan semakin genap dan wajah NU sebagai sebuah gerakan kultural dan pemikiran akan tampak jelas.

Kebenaran, pada dasarnya, adalah bersifat relatif. Klaim atas sebuah kebenaran adalah kekeliruan. Karena, tidak ada kebenaran kecuali hanya pada Qur'an. Dalam ilmu balaghah, hanya Qur'an yang `insya'. Adapun sisa selainnya adalah `khabar'. Sementara, teks Qur'an akan menjadi `khabar' ketika sudah tersentuh akal manusia yang menjadikannya berbunyi. Pada tataran ini berarti bahwa sebuah klaim sebagai satu-satunya kebenaran atas sebuah penafsiran Qur'an tidaklah bisa didukung. Sebuah tawaran wacana, karenanya, hendaklah tidak dibarengi dengan pengakuan sebagai sebuah kebenaran yang pasti dan sikap gampang menyesatkan pemikiran orang lain (takfir, pengkafiran).

Manakala banyak hidangan pemikiran yang tersedia, maka pilihan lebih banyak didasarkan pada `comfortability' (kenyamanan). Pada akhirnya, masyarakat akan memilih hidangan yang dirasa cocok dan pas bagi mereka. Pemaksaan hanya akan melahirkan sikap perlawanan yang dahsyat. Perjalanan Mu'tazilah yang seakan hilang dari panggung sejarah pergolakan pemikiran Islam cukup dijadikan sebagai sebuah teladan, bahwa sebuah pemikiran keislaman tidak akan diterima masyarakat dengan tulus jika disertai cara-cara kurang mengesankan.

Semoga kehadiran Eljihan makin melengkapi kajian keislaman yang sudah ada di kalangan NU, memperkaya tradisi intelektual NU, dan menghidupkan dialog-dialog dengan penguatan dialektika artikulasi pemikiran yang cerdas.

http://www.dutamasyarakat.com/detail.php?id=8215&kat=OPINI/

No comments: