Saya pribadi kadang miris melihat "jurus" politik Gus Dur. Sebagai politikus, Gus Dur, to some extent, memang sangat piawai. Bahkan, dulu sewaktu kagak ada partai, hanya tiga partai pada masa Suharto, Gus Dur bisa berpolitik cantik lewat PBNU. Padahal sejak Gus Dur masuk PBNU lewat "kudeta" tahun 84-an bersama-sama kalangan intelektual muda ketika itu, NU mencanangkan diri sebagai organisasi kultural. Tapi, menariknya, PBNU di tangan Gus Dur, malah jadi "partai" kultural. Sedangkan Pak Hasyim, kemaren, menjadikan NU sebagai Ormas yang "politis". Tetapi, saya lebih sering miris kalo membaca langkah zig-zag Gus Dur di panggung politik, terutama di struktur PKB. Kenapa?
***
Dear all,
Saya pribadi, kadang miris melihat "jurus" politik Gus Dur. Sebagai politikus, Gus Dur, to some extent, memang sangat piawai. Bahkan, dulu sewaktu kagak ada partai, hanya tiga partai pada masa Suharto, Gus Dur bisa berpolitik cantik lewat PBNU. Padahal sejak Gus Dur masuk PBNU lewat "kudeta" tahun 84-an bersama-sama kalangan intelektual muda ketika itu, NU mencanangkan diri sebagai organisasi kultural. Tapi, menariknya, PBNU di tangan Gus Dur, malah jadi "partai" kultural. Sedangkan Pak Hasyim, kemaren, menjadikan NU sebagai Ormas yang "politis".
Tetapi, saya lebih sering miris kalo membaca langkah zig-zag Gus Dur di panggung politik, terutama di struktur PKB. Pada masa tertentu Gus Dur sangat demokratis, namun pada masa lain, Gus Dur juga terkesan otoriter. Reposisi Gus Ipul beberapa waktu lalu, saya lihat, sebagai bentuk dominasi Gus Dur yang terlalu besar. Artinya, dalam struktur PKB, Gus Dur ini menghalang-halangi para politisi usia muda untuk mengembangkan karier dan mengasah kemampuan politisnya. SMS Gus Dur kemaren, umpamanya, yang bisa mempengaruhi anggota dewan PKB di DPR, saya kira, sebuah politik cerdas, tapi "kurang mendidik". Saya juga sepakat, ketika nanti Gus Dur sudah wafat, PKB akan gamang, karena politisi PKB kagak dilatih mengasah kemampuan politiknya sejak awal. Pantas saja setelah melepaskan diri dari bayang-bayang Gus Dur, Matori seperti hilang ditelan bumi. Perlawanan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) yang dibantu para kiai telah berakhir dengan terjungkalnya Gus Ipul sendiri, dan berarti terjungkalnya kubu struktural PBNU memasang remote-control di PKB.
Dalam pengamatan saya, reposisi Gus Ipul yang berlanjut dengan pemberontakan para kiai Jawa tengah dan Jawa Timur saat menjelang pemilu legislatif yang lalu di atas, sebenarnya adalah adanya upaya pendongkelan Gus Dur dari kalangan NU sendiri. Berhasilkan? Kagak. Gus Dur cukup "sakti". Gus Dur masih tetap tambun, bahkan tokoh sekelas KH Mustofa Bisri (Gus Mus) sendiri kagak mampu "mengempeskan perut" Gus Dur.
Jadi, ketika Pak Hasyim ingin membangun karier politiknya sendiri tanpa berdiri di bawah bayang-bayang Gus Dur, saya baca, adalah kelanjutan pemberontakan diam-diam tersebut. Dan untuk kesekian kalinya, Gus Dur membuktikan diri bahwa dirinya masih tidak bisa ditumbangkan. Dan pertempuran Hasyim-Gus Dur ini, saya duga, masih akan berlangsung panjang. Kemungkinan ke depan, Hasyim Muzadi akan dipinang oleh PPP untuk menjadi ketua umum partai ini. Kemungkinan kedua, Hasyim bersama kubu "struktural NU", selain akan merebut posisi ketua Tanfidziyah PBNU kembali, juga akan membentuk partai NU baru.
Pertarungan masih panjang, dan mendebarkan, bukan? []
http://groups.yahoo.com/group/Kebangkitan_Bangsa/message/2827
No comments:
Post a Comment