Tuesday, June 08, 2004

Kiai NU dan Salam Tempel

Cak Guntur,

Banyak kiai-kiai NU pengasuh pesantren, tidak ngambil iuran dari para santri. Ikhlas. Kalaupun ada, sangat sedikit. Hanya cukup untuk membayar listrik dan air. Adapun biaya-biaya lainnya, dari penambahan gedung, pembangunan sarana, kadang sampai pembayaran tenaga pengajar, sepenuhnya ditanggung si kiai. Para wali murid tahu betul soal ini. Kesejahteraan kiai adalah tanggung jawab mereka. Maka itu, pada saat menjenguk anak-anaknya, wali murid tidak lupa mampir ke 'ndalem'. Sowan, ngalap berkah dan "salam tempel".

Pada tataran lain, demikian juga, banyak pengurus NU bekerja tanpa pamrih, ikhlas. Mereka kebanyakan terdiri dari kiai-kiai pesantren tadi. Hidup diabdikan buat masyarakat. Dan masyarakat tahu betul soal ini. Kesejahteraan pengurus NU adalah tanggung jawab mereka. Maka itu, masyarakat mampir ke 'ndalem' kantor NU. Tidak sedikit diikuti para pengusaha. Lantaran, ingin usahanya tidak terganggu dengan keluarnya fatwa yang bisa meruntuhkan dunia bisnisnya. Untuk mudahnya, ambil contoh, kalo saja Indofood "dilabeli" berlemak babi, haram, kebayang, Paklik Liem pasti bangrut dalam hitungan detik. Lantas, para pengusaha sowan, ngalap berkah dan "salam tempel". Dan, ada saja pengurus NU yang tergoda.

Pada saat pengurus NU ini naik tingkat, menjadi pejabat, anggota DPR/DPRD, hidup mereka masih diabdikan untuk masyarakat. Pada tahapan ini, anehnya, kesejahteraan mereka masih saja ditanggung pengusaha. Padahal sudah digaji oleh negara. Datangnya pengusaha, umumnya, dikarenakan ingin bisnisnya langgeng dan --satu lagi-- pingin bertambah besar. Mereka sadar soal ini. Lantas, sowan, ngalap berkah dan "salam tempel".

"Salam tempel" pada kasus pertama, dari para wali murid, disebut dengan hanya "salam tempel". Bagaimana hukumnya? Boleh. Bahkan tidak jarang tangan kiai jadi bengkak-bengkak. Kagak percaya? Tanya Gus Ghofur. he he he...

"Salam tempel" yang diberikan kepada pengurus NU oleh para pengusaha, pada kasus kedua, disebut sebagai 'Hibah'. Bagaimana hukumnya? Silahkan tanya ke ustadz Niam dan ustadz Luthfi Thomafi di Pesantren Virtual.

Sedangkan, "salam tempel" pada kasus ketiga, yang diberikan pada saat menjadi pejabat, disebut dengan "suap". Bagaimana hukumnya? Tanyalah ke ustadz Nadirsyah Hosen.

http://groups.yahoo.com/group/kmnu2000/message/13362/

No comments: