Sunday, April 17, 2005

Antara Kolom, Jurnal, dan Gagah-gagahan

Setelah membaca artikel Mun'im Sirry, "Rekonstruksi Sejarah Teks Alquran" (Republika, Senin, 11 April 2005), saya menyimpan kegalauan, terutama pada alenia-alenia terakhir. Kenapa?

***

Cak Mun'im,

Ada banyak hal yg saya sepakat dengan sampeyan. Tidak usah saya menyebut kesepakatan saya tersebut. Juga saya kagak mempermasalahkan "polemik" sampeyan dengan Adnin Armas. Saya setuju, menjauhkan sikap "menjawab prasangka dengan prasangka". Jujur, saya menikmati "polemik" sampeyan dengan Adnin.

Tapi setelah membaca tulisan sampeyan "Rekonstruksi Sejarah Teks Alquran" (Republika, Senin, 11 April 2005), saya menyimpan kegalauan, terutama pada alenia-alenia terakhir. Saya tidak mempersoalkan keontetikan Al-Qur'an, atau mempertanyakan sumber-sumber yang sampeyan ambil.

Kegalauan saya adalah, setelah Cak Mun'im membuka "lobang" dalam kajian Alqur'an, terutama di depan masyarakat awam, lantas kelanjutannya apa? Apakah membiarkan lobang itu terus menganga? Saya berharap, Cak Mun'im tidak cuma "gagah-gagahan", berhasil menyobek lobang yang selama ini, selama berabad-abad, ditutup-tutupi rapat sekali oleh ulama-ulama Indonesia. Seperti ditutup-tutupinya sebagian ajaran Tasawuf kepada masyarakat awam Jawa.

Cak Mun'im, saya jumpai, ternyata sikap "gagah-gagahan" ini sedang melanda anak-anak muda Indonesia, terutama mereka yang mengklaim diri mereka sendiri sebagai 'intelektual Islam'. Ini tidak baik. Mereka, sang intelektual ini, ramai-ramai membuka "lobang". Yang disesalkan, mereka mempertontonkan hal tersebut di depan khalayak awam, lewat kolom, ketimbang di depan kalangan khowas al-khos: jurnal. Silahkan saja "lobang-lobang" ini diaduk-aduk, kalopun perlu diobrak-abrik, biar intelektual Islam kembali hidup, tapi harus lewat media yang pas. Gejalanya, mereka yang mengklaim diri mereka sendiri sebagai intelektual, mengaduk-aduknya di depan mata awam. Mereka ramai-ramai "bergagah-gagahan" lewat kolom opini koran yang ditonton oleh orang-orang awam dengan segala tingkatannya. Seandainya suatu saat ada aksi murtad massal, apakah ini tidak membuat kita merinding? Membayangkannya, saya ngeri.

Sikap para "Intelektual" muda ini memang bukan datang sekonyong-konyong, tapi karena contoh yang ada di depan mereka rata-rata adalah orang-orang besar (mungkin lebih tepat "terkenal") yang melejit karena memunculkan pandangan berbeda. Ambil saja contoh, Cak Nur, Gus Dur dan Said Aqil Siradj. Saya belum menemukan di Indonesia orang menjadi besar dan melejit karena berpandangan lurus dan dari kerja keras selama beberapa dekade terakhir. Rata-rata melejit karena jalan pintas dan asal beda. Mungkin Harun Nasution bisa dimasukkan dalam kategori terakhir, tapi pemikiran Mu'tazilah yang diusungnya pada masa itu, juga terbilang "nyleneh".

Tetapi, biarpun "nyelenh", Cak Nur dan Gus Dur, saya lihat, adalah dua orang yang tidak asal beda, yang tidak asal membuat "lobang", dan membiarkan lobang itu menganga. Sejak dulu, pemikir lokal Indonesia diakui mampu memunculkan pemikiran keislaman yang dibutuhkan masyarakat setempat dan sesuai dengan zamannya, sejak Hadlarussyaikh Hasyim Asy'ari, Wahid Hasyim, Natsir, dll, sehingga tidak aneh, misalnya, jika ide-ide Maududi diserap kagak utuh, kecuali menjalani permak sana-sini. Kejeniusan pemikir lokal Islam Indonesia ini diakui oleh Prof. Kamal Hassan, dan sepintas oleh Bob Hefner di tulisan Bentara kemaren sewaktu membalas tulisan 'dahsyat' sunan Sukidi di kolom yang sama sebelumnya tentang protestanisme Islam.

Yang saya sayangkan, banyak teman-teman kita, sekarang ini, pingin segera melejit tanpa dengan susah payah dan kerja keras. Mereka asal beda dan sering membiarkan "lobang-lobang" tersebut terus menganga secara telanjang di depan mata awam. Namun, saya percaya, dalam tulisan "Rekonstruksi Sejarah Teks Alquran" (Republika, Senin, 11 April 2005), Cak Mun'im tidak sedang gagah-gagahan, tapi tanggapan spontan terhadap Adnin.

Nah, Cak Mun'im, setelah "lobang" tersebut tersibak, karena ini terkait dengan dampak-dampak negatif pada orang-orang awam, pertanyaan saya: apa yang akan Cak Mun'im lakukan, apakah akan membiarkan lobang itu terus menganga di Republika?

http://groups.yahoo.com/group/IslamProgresif/message/1115